Gelar Akademis Bukan Jaminan? Refleksi Relevansi Ilmu di Era Keahlian Praktis.
Di tengah cepatnya laju perkembangan industri dan tuntutan pasar kerja yang kian berubah, muncul pertanyaan besar: apakah Gelar Akademis masih menjadi jaminan utama kesuksesan karier? Refleksi ini menjadi semakin relevan di era di mana keahlian praktis, pengalaman nyata, dan kemampuan beradaptasi seringkali dianggap lebih berharga daripada sekadar lembaran ijazah. Persepsi ini bukan berarti mendiskreditkan pendidikan tinggi, melainkan sebuah ajakan untuk meninjau ulang bagaimana ilmu dan kualifikasi formal berperan di dunia nyata.
Dahulu, memiliki Gelar Akademis dari universitas ternama seringkali menjadi paspor menuju pekerjaan impian dan stabilitas finansial. Namun, di era digital yang dinamis ini, industri membutuhkan talenta yang tidak hanya cerdas secara teori, tetapi juga cekatan dalam menerapkan pengetahuan, memecahkan masalah, dan menguasai teknologi terbaru. Banyak perusahaan teknologi raksasa, misalnya, mulai melonggarkan persyaratan gelar dan lebih fokus pada portofolio proyek atau hasil coding test kandidat. Sebuah survei dari LinkedIn Talent Solutions yang dirilis pada 10 Mei 2025, mengungkapkan bahwa 70% perekrut global kini lebih mengutamakan keterampilan (skills) dibandingkan latar belakang pendidikan formal.
Fenomena ini juga didorong oleh kemudahan akses terhadap sumber belajar non-formal. Online courses, sertifikasi profesional, dan bootcamps spesifik keahlian menawarkan jalur cepat bagi individu untuk memperoleh kompetensi yang sangat dicari di pasar. Ini memberikan peluang bagi mereka yang tidak memiliki Gelar Akademis tradisional untuk tetap bersaing dan bahkan unggul. Contoh nyata terlihat pada sektor kreatif dan digital, di mana banyak profesional sukses adalah otodidak atau lulusan kursus singkat yang menguasai perangkat lunak desain atau strategi pemasaran digital.
Meskipun demikian, bukan berarti Gelar Akademis telah kehilangan relevansinya sepenuhnya. Untuk beberapa profesi yang sangat teregulasi seperti dokter, pengacara, atau insinyur sipil, gelar tetap menjadi prasyarat mutlak yang tidak bisa ditawar. Selain itu, pendidikan tinggi membekali individu dengan kemampuan berpikir kritis, analitis, riset, dan soft skill yang penting untuk pengembangan karier jangka panjang. Pendidikan formal juga kerap menjadi wadah untuk membangun jaringan profesional yang berharga. Profesor Dr. Ratna Sari, seorang ahli sosiologi pendidikan, dalam sebuah forum diskusi di Universitas Kebangsaan pada 22 Juni 2025, menyatakan bahwa “gelar memberikan fondasi, namun keterampilan praktis adalah mesin penggerak karier di masa kini.”
Pada akhirnya, di era keahlian praktis ini, Gelar Akademis mungkin bukan lagi jaminan tunggal, melainkan sebuah titik awal yang harus dilengkapi dengan pembelajaran berkelanjutan, pengembangan keterampilan relevan, dan kemampuan beradaptasi. Keseimbangan antara ilmu teoritis dan aplikasi praktis adalah kunci untuk meraih kesuksesan di masa depan.